SuaraSumedang.id - Anggota Komisi I DPR RI, Fadli Zon mengomentari polemik sepakbola yang terjadi hari ini di Indonesia, ia mengatakan jika FIFA menerapkan standar ganda soal Israel.
Seperti diketahui jika Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U20 2023. FIFA dalam rilisnya menghapus Indonesia sebagai tuan rumah.
Fadli Zon mempertanyakan alasan jelas di balik keputusan FIFA, yang menurutnya tidak jelas.
“Dalam keterangan tertulisnya, FIFA menyebutkan pembatalan ini dikarenakan “situasi terkini” di dalam negeri Indonesia. “Situasi terkini” yang dimaksud FIFA tak jelas dan terkesan menutupi apa yang dimaksudnya,” kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/3/2023).
Baca Juga:Titah Jokowi untuk Erick Thohir: Lobi FIFA, Jangan Sampai Indonesia Dikucilkan di Sepak Bola Dunia
Ia pun menduga salah satu situasi terkini itu mengarah pada ramainya penolakan berbagai kalangan atas rencana kedatangan Timnas Israel U20 ke Indonesia. Fadli juga menyebutkan harusnya FIFA dapat mengakomodir sikap dari Indonesia.
“Sebagai organisasi sepakbola sejagat, FIFA mestinya bisa mengakomodasi kepentingan semua negara, termasuk memahami bahwa bagi sejumlah negara, terutama sebagian negara muslim, Israel bukan hanya sekadar isu olahraga, melainkan merupakan isu politik dan kemanusiaan yang serius,” ucapnya.
Politikus Gerindra itu menilai jika FIFA tak seharusnya menempatkan atau memaksakan aturannya pada posisi lebih tinggi daripada aturan hukum, bahkan konstitusi sebuah negara.
Ia pun menyebutkan bahwa FIFA menerapkan standar ganda dalam politik sepakbola.
“Membela kepentingan Israel, sembari mengabaikan aspirasi negara-negara lain yang punya garis politik tegas terhadap Israel, membuat FIFA punya standar ganda dalam politik sepakbola,” kata Fadli.
Baca Juga:CEK FAKTA: Kondisi Anak Ferdy Sambo Kritis Setelah Coba Bunuh Diri, Benarkah?
Menurut Fadli, ada dua alasan FIFA menerapkan standar ganda. Dia menyebutkan tentang keputusan FIFA yang menghukum Rusia akibat invasi yang dilakukan kepada Ukraina.
Namun, FIFA menutup mata dengan politik apartheid yang dilakukan Israel terhadap Palestina.
“Pertama, FIFA tak konsisten dengan larangan politisasi sepakbola. Ketika FIFA dan UEFA menjatuhkan sanksi pelarangan terhadap tim nasional serta klub Rusia untuk berpartisipasi dalam semua kompetisi di bawah FIFA dan UEFA, serta melarang klub dan timnas Belarusia untuk melakukan pertandingan di kandang sendiri sebagai sanksi atas dukungan mereka terhadap Rusia dalam perang Ukraina, apakah itu bukan pelarangan yang bersifat politik?” ujarnya.
“Namun, menutup mata dengan politik apartheid yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Apakah pilihan sikap itu tidak bersifat politis?” lanjutnya.
Ia juga menanyakan, sejak kapan sepakbola bisa dipisahkan dari politik?. Menurutnya, aturan yang menuntut agar tidaka mencampur adukan politik dan olahraga adalah hal yang tidak masuk akal.
“FIFA jelas berpolitik, politik tebang pilih FIFA sangat nyata. Suka atau tidak suka, sepakbola sebenarnya tak pernah bisa dipisahkan dari soal politik,” ucapnya.
“Olahraga (sepakbola) yang bisa menghimpun jutaan massa dan milyaran penonton, memang bisa jadi panggung politik strategis. Sehingga, aturan yang menuntut agar tidak mencampuradukan urusan olahraga dengan politik adalah aturan yang tidak masuk akal. FIFA sendiri terbukti tak mentaatinya,” lanjutnya.
Alasan kedua, Fadli menyebut FIFA menuntut semua negara agar berlaku fair terhadap atlet Israel, padahal Israel sendiri tak pernah berlaku fair terhadap atlet dan dunia olahraga Palestina.
"Meski tidak banyak diekspose oleh media 'mainstream' internasional, bukan rahasia lagi militer Israel sejak lama telah menjadikan bidang olahraga serta para atlet Palestina sebagai target serangan mereka," ujarnya.
Didasari dua hal itu, Fadli menyebut bahwa FIFA mengutamakan kepentingan Israel.
"Jadi, bagi Indonesia, soal izin masuk bagi para pemain bola Israel itu memang bukan hanya semata persoalan olahraga, tapi soal prinsip. Tidak adanya solusi lain yang bisa diterima oleh FIFA, sehingga membuat Indonesia akhirnya kehilangan posisi sebagai tuan rumah, menunjukkan jika organisasi sepak bola itu masih belum lepas dari standar ganda. FIFA hanya membela kepentingan Israel, tapi mengabaikan posisi dan pendapat negara-negara lain mengenai negeri penjajah tersebut," ucapnya. (*)
Sumber: Instagram Fadlizon